Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi Ekosistem Gambut dan mencegah terjadinya kerusakan
Ekosistem Gambut yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Kesatuan Hidrologis
Gambut adalah Ekosistem Gambut yang letaknya di antara 2 (dua) sungai, di
antara sungai dan laut, dan/atau pada rawa.
Perlindungan
dan Pengelolaan Ekosistem Gambut meliputi:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan; dan
f. sanksi administratif.
A. Perencanaan
Perencanaan Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut dilakukan melalui tahapan:
a. inventarisasi Ekosistem Gambut;
Inventarisasi Ekosistem Gambut
terdiri dari citra atau foto udara, Citra satelit dan/atau foto udara
diinterpretasi dengan tahapan mendelineasi citra satelit dan/atau foto udara
yang telah terkoreksi radiometrik dan geometrik untuk menentukan letak dan
batas Kesatuan Hidrologis Gambut dan memindahkan hasil delineasi citra satelit
dan/atau foto udara ke dalam peta tentatif Kesatuan Hidrologis Ekosistem Gambut
dengan skala paling kecil 1:250.000. Hasil interpretasi citra satelit dan/atau
foto udara diverifikasi melalui kegiatan survey lapangan. Survey lapangan dilakukan
untuk memverifikasi keberadaan Kesatuan Hidrologis Gambut dan karakteristik
ekosistem Gambut. Pelaksanaan inventarisasi dilakukan dengan memperhatikan peta
indikatif sebaran Ekosistem Gambut nasional.
Peta
final Kesatuan Hidrologis Gambut paling sedikit memuat data dan informasi
mengenai:
a. lokasi, keberadaan, dan luasan Kesatuan
Hidrologis Gambut;
b. karakteristik fisika, kimia, biologi,
hidrotopografi, dan jenis sedimen di bawah Gambut yang meliputi:
1. lokasi titik atau koordinat;
2. elevasi lahan;
3. air tanah, genangan, atau banjir;
4. tutupan lahan, penggunaan lahan, dan kondisinya;
5. keberadaan flora dan fauna yang
dilindungi;
6. kondisi drainase alami dan buatan;
7. kualitas air;
8. tipe luapan;
9. ketebalan Gambut;
10. proporsi berat bahan Gambut;
11. perkembangan kondisi atau tingkat
kerusakan lahan Gambut;
12. karakteristik substratum dibawah lapisan
Gambut; dan
13. karakteristik tanah dan kedalaman lapisan
pirit.
Peta
final Kesatuan Hidrologis Gambut digunakan sebagai acuan untuk menetapkan
fungsi Ekosistem Gambut sebagai penetapan
fungsi Ekosistem Gambu dan penyusunan
dan penetapan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Fungsi Ekosistem Gambut merupakan fungsi
lindung ekosistem Gambut dan fungsi budidaya ekosistem Gambut. fungsi lindung
Ekosistem Gambut paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari seluruh luas
Kesatuan Hidrologis Gambut serta terletak pada puncak kubah Gambut dan
sekitarnya. Dalam hal di luar 30% (tiga puluh per seratus) dari seluruh luas
Kesatuan Hidrologis Gambut masih terdapat:
a. Gambut dengan ketebalan 3 (tiga) meter
atau lebih;
b. plasma nutfah spesifik dan/atau endemik;
c. spesies yang dilindungi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan/atau
d. Ekosistem Gambut yang
berada di kawasan lindung sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang
wilayah, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi, Menteri
menetapkan sebagai fungsi lindung ekosistem Gambut.
Fungsi Ekosistem Gambut yang
telah ditetapkan oleh Menteri sebagai fungsi lindung dan fungsi budidaya
Ekosistem Gambut disajikan dalam bentuk peta fungsi ekosistem Gambut
a. peta fungsi Ekosistem Gambut nasional
yang disajikan dengan skala paling kecil 1:250.000;
b. peta fungsi Ekosistem Gambut provinsi
yang disajikan dengan skala paling kecil 1:100.000; dan
c. peta fungsi Ekosistem Gambut
kabupaten/kota yang disajikan dengan skala paling kecil 1:50.000.
Ekosistem Gambut dengan fungsi
budidaya dapat diubah menjadi Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung.
Perubahan
fungsi Ekosistem Gambut dilakukan
oleh Menteri atau berdasarkan
usulan gubernur atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya kepada
Menteri.
Perubahan
fungsi Ekosistem Gambut dapat dilakukan dalam hal adanya urgensi ekologis untuk
melakukan upaya pencegahan atau pemulihan kerusakan lingkungan hidup pada dan/atau
di sekitar Ekosistem Gambut. Adanya
urgensi ekologis untuk melakukan upaya pencadangan Ekosistem Gambut di provinsi
atau kabupaten/kota.
Penyusunan rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Ekosistem Gambut meliputi:
a. rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut nasional;
b. rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut provinsi; dan
c. rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut kabupaten/kota.
Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional disusun untuk Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut lintas provinsi. Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut provinsi disusun untuk Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut yang berada di wilayah provinsi.
Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut kabupaten/kota disusun untuk
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang berada di wilayah
kabupaten/kota. Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut paling sedikit memuat rencana:
a. pemanfaatan dan/atau pencadangan
Ekosistem Gambut;
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas
dan/atau fungsi Ekosistem Gambut;
c. pengendalian,
pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian Ekosistem Gambut; dan
d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim.
Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Gambut harus memperhatikan:
a. keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat;
f. perubahan iklim; dan
g. rencana tata ruang wilayah.
B. Pemanfaatan
Pemanfaatan Ekosistem Gambut
dilakukan berdasarkan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pemanfaatan
Ekosistem Gambut sebagaimana dapat dilakukan pada Ekosistem
Gambut
dengan fungsi lindung dan fungsi budidaya. Pemanfaatan Ekosistem
Gambut wajib dilakukan dengan menjaga fungsi hidrologis Gambut.
Pemanfaatan Ekosistem Gambut
pada Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dapat dilakukan secara terbatas
untuk kegiatan:
a. penelitian;
b. ilmu pengetahuan;
c. pendidikan; dan/atau
d. jasa lingkungan.
C. Pengendalian
Pengendalian kerusakan
Ekosistem Gambut dilakukan berdasarkan rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pengendalian kerusakan
Ekosistem Gambut terdiri atas:
a. pencegahan kerusakan Ekosistem Gambut;
b. penanggulangan kerusakan Ekosistem
Gambut; dan
c. pemulihan kerusakan Ekosistem Gambut.
Kerusakan Ekosistem Gambut
dapat terjadi pada:
a. Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung;
dan
b. Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya.
Ekosistem Gambut dengan fungsi
lindung dinyatakan rusak apabila melampaui kriteria baku kerusakan sebagai
berikut:
a. terdapat drainase buatan di Ekosistem
Gambut dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan;
b. tereksposnya sedimen berpirit dan/atau
kwarsa di bawah lapisan Gambut; dan/atau
c. terjadi pengurangan luas dan/atau volume
tutupan lahan di Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan.
Ekosistem Gambut dengan fungsi
Budidaya dinyatakan rusak apabila memenuhi kriteria baku kerusakan sebagai
berikut:
a. muka air tanah di lahan Gambut lebih
dari 0,4 (nol koma empat) meter di bawah permukaan
Gambut;
dan/atau
b. tereksposnya sedimen berpirit dan/atau
kwarsa di bawah lapisan Gambut.
Ketentuan mengenai kriteria
baku kerusakan Ekosistem Gambut dikecualikan terhadap Ekosistem Gambut dengan
ketebalan kurang dari 1 m (satu meter) pada Ekosistem Gambut dengan fungsi
budidaya. Kriteria
baku kerusakan Ekosistem Gambut dengan ketebalan kurang dari 1 m (satu meter)
pada Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya ditetapkan dalam izin lingkungan.
Penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya
yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup wajib
memperoleh izin lingkungan dari Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Setiap orang dilarang:
a. membuka lahan di Ekosistem Gambut dengan
fungsi lindung;
b. membuat saluran drainase yang
mengakibatkan Gambut menjadi kering;
c. membakar lahan gambut; dan/atau
d. melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan
terlampauinya kriteria baku kerusakan Ekosistem Gambut
Penanggulangan Kerusakan
Ekosistem Gambut Penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut yang
menyebabkan kerusakan Ekosistem Gambut di dalam atau di luar areal usaha
dan/atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan sesuai kewajiban yang
tercantum dalam izin lingkungan. Penanggulangan
kerusakan Ekosistem Gambut wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap kerusakan akibat:
a. terjadinya kebakaran Gambut;
b. tereksposnya sedimen berpirit dan/atau
kwarsa;
c. pembangunan drainase yang mengakibatkan
Gambut menjadi kering; dan/atau d.
pembukaan lahan pada Ekosistem Gambut.
Penanggulangan kerusakan
Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
a. pemadaman kebakaran;
b. pengisolasian area yang sedimen
berpiritnya dan/atau kwarsanya terekspos;
c. pembuatan tabat atau bangunan pengendali
air; dan/atau
d. cara lain yang tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap Ekosistem Gambut.
Penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut yang menyebabkan kerusakan
Ekosistem Gambut di dalam atau di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib
melakukan pemulihan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.
Pemulihan
di dalam dan di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib dilaksanakan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap kerusakan.
Pemulihan
dilakukan dengan cara:
a. rehabilitasi;
b. restorasi; dan/atau
c. cara lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
D. Pemeliharaan
Pemeliharaan Ekosistem Gambut
dilakukan melalui upaya:
a. pencadangan Ekosistem Gambut; dan/atau
b. pelestarian fungsi Ekosistem Gambut
sebagai pengendali dampak perubahan iklim.
Pencadangan Ekosistem Gambut
dilakukan melalui penetapan Ekosistem
Gambut yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.
Ekosistem
Gambut yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu meliputi:
a. Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung
yang luasnya kurang dari 30% (tiga puluh per seratus) dari luas Kesatuan
Hidrologis Gambut pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b. Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya
yang 50% (lima puluh per seratus) dari luasnya yang telah diberikan diberikan izin
usaha dan/atau kegiatan melampaui kriteria baku kerusakan.
c. Ekosistem Gambut yang ditetapkan untuk
moratorium pemanfaatan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan/atau
d. Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya
yang telah ditetapkan perubahan fungsinya menjadi fungsi lindung oleh Menteri.
Penetapan Ekosistem Gambut yang
tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu dicantumkan dalam rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota. Pelestarian
fungsi Ekosistem Gambut sebagai pengendali dampak perubahan iklim dilakukan
melalui upaya:
a. mitigasi perubahan iklim; dan
b. adaptasi perubahan iklim.
E. Pengawasan
Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan Ekosistem Gambut
atas:
a. ketentuan mengenai pemanfaatan,
pengendalian, dan pemeliharaan ekosistem gambut; dan
b. persyaratan dan kewajiban yang tercantum
dalam izin lingkungan.
Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan
kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Dalam
melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan
pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
Pejabat pengawas lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) berwenang:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau
membuat catatan yang diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi; dan/atau
j. menghentikan pelanggaran tertentu.
F. Sanksi Administratif
Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menerapkan sanksi administratif.
Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
untuk lebih jelasnya lagi, teman-teman bisa download pedoman perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di bawah ini.
No comments:
Post a Comment