Translate

Sunday, April 2, 2017

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT





Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi Ekosistem Gambut dan mencegah terjadinya kerusakan Ekosistem Gambut yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Kesatuan Hidrologis Gambut adalah Ekosistem Gambut yang letaknya di antara 2 (dua) sungai, di antara sungai dan laut, dan/atau pada rawa.
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut meliputi:
a.       perencanaan;
b.       pemanfaatan;
c.       pengendalian;
d.       pemeliharaan;
e.       pengawasan; dan
f.        sanksi administratif.

A.     Perencanaan
Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dilakukan melalui tahapan:
a.       inventarisasi Ekosistem Gambut;
Inventarisasi Ekosistem Gambut terdiri dari citra atau foto udara, Citra satelit dan/atau foto udara diinterpretasi dengan tahapan mendelineasi citra satelit dan/atau foto udara yang telah terkoreksi radiometrik dan geometrik untuk menentukan letak dan batas Kesatuan Hidrologis Gambut dan memindahkan hasil delineasi citra satelit dan/atau foto udara ke dalam peta tentatif Kesatuan Hidrologis Ekosistem Gambut dengan skala paling kecil 1:250.000. Hasil interpretasi citra satelit dan/atau foto udara diverifikasi melalui kegiatan survey lapangan. Survey lapangan dilakukan untuk memverifikasi keberadaan Kesatuan Hidrologis Gambut dan karakteristik ekosistem Gambut. Pelaksanaan inventarisasi dilakukan dengan memperhatikan peta indikatif sebaran Ekosistem Gambut nasional.
Peta final Kesatuan Hidrologis Gambut paling sedikit memuat data dan informasi mengenai:
a.       lokasi, keberadaan, dan luasan Kesatuan Hidrologis Gambut;

b.       karakteristik fisika, kimia, biologi, hidrotopografi, dan jenis sedimen di bawah Gambut yang meliputi:
1.       lokasi titik atau koordinat;
2.       elevasi lahan;
3.       air tanah, genangan, atau banjir;
4.       tutupan lahan, penggunaan lahan, dan kondisinya;
5.       keberadaan flora dan fauna yang dilindungi;
6.       kondisi drainase alami dan buatan;
7.       kualitas air;
8.       tipe luapan;
9.       ketebalan Gambut;
10.     proporsi berat bahan Gambut;
11.     perkembangan kondisi atau tingkat kerusakan lahan Gambut;
12.     karakteristik substratum dibawah lapisan Gambut; dan
13.     karakteristik tanah dan kedalaman lapisan pirit.
Peta final Kesatuan Hidrologis Gambut digunakan sebagai acuan untuk menetapkan fungsi Ekosistem Gambut sebagai penetapan fungsi Ekosistem Gambu dan penyusunan dan penetapan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Fungsi Ekosistem Gambut merupakan fungsi lindung ekosistem Gambut dan fungsi budidaya ekosistem Gambut. fungsi lindung Ekosistem Gambut paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari seluruh luas Kesatuan Hidrologis Gambut serta terletak pada puncak kubah Gambut dan sekitarnya. Dalam hal di luar 30% (tiga puluh per seratus) dari seluruh luas Kesatuan Hidrologis Gambut masih terdapat:
a.       Gambut dengan ketebalan 3 (tiga) meter atau lebih;
b.       plasma nutfah spesifik dan/atau endemik;
c.       spesies yang dilindungi sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan/atau
d.     Ekosistem Gambut yang berada di kawasan lindung sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi, Menteri menetapkan sebagai fungsi lindung ekosistem Gambut.
Fungsi Ekosistem Gambut yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagai fungsi lindung dan fungsi budidaya Ekosistem Gambut disajikan dalam bentuk peta fungsi ekosistem Gambut
a.       peta fungsi Ekosistem Gambut nasional yang disajikan dengan skala paling kecil 1:250.000;
b.       peta fungsi Ekosistem Gambut provinsi yang disajikan dengan skala paling kecil 1:100.000; dan
c.       peta fungsi Ekosistem Gambut kabupaten/kota yang disajikan dengan skala paling kecil 1:50.000.

Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya dapat diubah menjadi Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung. Perubahan fungsi Ekosistem Gambut dilakukan oleh Menteri atau berdasarkan usulan gubernur atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya kepada Menteri. Perubahan fungsi Ekosistem Gambut dapat dilakukan dalam hal adanya urgensi ekologis untuk melakukan upaya pencegahan atau pemulihan kerusakan lingkungan hidup pada dan/atau di sekitar Ekosistem Gambut. Adanya urgensi ekologis untuk melakukan upaya pencadangan Ekosistem Gambut di provinsi atau kabupaten/kota.
Penyusunan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut meliputi:
a.       rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional;
b.       rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut provinsi; dan
c.       rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut kabupaten/kota.
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional disusun untuk Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut lintas provinsi. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut provinsi disusun untuk Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang berada di wilayah provinsi. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut kabupaten/kota disusun untuk Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang berada di wilayah kabupaten/kota. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut paling sedikit memuat rencana:
a.       pemanfaatan dan/atau pencadangan Ekosistem Gambut;
b.       pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi Ekosistem Gambut;
c.       pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian Ekosistem Gambut; dan
d.      adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut harus memperhatikan:
a.       keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b.       sebaran penduduk;
c.       sebaran potensi sumber daya alam;
d.       kearifan lokal;
e.       aspirasi masyarakat;
f.        perubahan iklim; dan
g.       rencana tata ruang wilayah.



B.     Pemanfaatan
Pemanfaatan Ekosistem Gambut dilakukan berdasarkan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pemanfaatan Ekosistem Gambut sebagaimana dapat dilakukan pada Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dan fungsi budidaya. Pemanfaatan Ekosistem Gambut wajib dilakukan dengan menjaga fungsi hidrologis Gambut.
Pemanfaatan Ekosistem Gambut pada Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dapat dilakukan secara terbatas untuk kegiatan:
a.       penelitian;
b.       ilmu pengetahuan;
c.       pendidikan; dan/atau
d.       jasa lingkungan.

C.     Pengendalian
Pengendalian kerusakan Ekosistem Gambut dilakukan berdasarkan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pengendalian kerusakan Ekosistem Gambut terdiri atas:
a.       pencegahan kerusakan Ekosistem Gambut;
b.       penanggulangan kerusakan Ekosistem Gambut; dan
c.       pemulihan kerusakan Ekosistem Gambut.
Kerusakan Ekosistem Gambut dapat terjadi pada:
a.       Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung; dan
b.       Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya.
Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dinyatakan rusak apabila melampaui kriteria baku kerusakan sebagai berikut:
a.       terdapat drainase buatan di Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan;
b.       tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan Gambut; dan/atau
c.       terjadi pengurangan luas dan/atau volume tutupan lahan di Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan.
Ekosistem Gambut dengan fungsi Budidaya dinyatakan rusak apabila memenuhi kriteria baku kerusakan sebagai berikut:

a.       muka air tanah di lahan Gambut lebih dari 0,4 (nol koma empat) meter di bawah permukaan
Gambut; dan/atau
b.       tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa di bawah lapisan Gambut.

Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan Ekosistem Gambut dikecualikan terhadap Ekosistem Gambut dengan ketebalan kurang dari 1 m (satu meter) pada Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya. Kriteria baku kerusakan Ekosistem Gambut dengan ketebalan kurang dari 1 m (satu meter) pada Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya ditetapkan dalam izin lingkungan.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup wajib memperoleh izin lingkungan dari Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Setiap orang dilarang:
a.       membuka lahan di Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung;
b.       membuat saluran drainase yang mengakibatkan Gambut menjadi kering;
c.       membakar lahan gambut; dan/atau
d.    melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan Ekosistem Gambut

Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Gambut Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut yang menyebabkan kerusakan Ekosistem Gambut di dalam atau di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan. Penanggulangan kerusakan Ekosistem Gambut wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap kerusakan akibat:
a.       terjadinya kebakaran Gambut;
b.       tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa;
c.       pembangunan drainase yang mengakibatkan Gambut menjadi kering; dan/atau d.       pembukaan lahan pada Ekosistem Gambut.
Penanggulangan kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
a.       pemadaman kebakaran;

b.       pengisolasian area yang sedimen berpiritnya dan/atau kwarsanya terekspos;
c.       pembuatan tabat atau bangunan pengendali air; dan/atau
d.       cara lain yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap Ekosistem Gambut.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut yang menyebabkan kerusakan Ekosistem Gambut di dalam atau di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pemulihan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan. Pemulihan di dalam dan di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap kerusakan. Pemulihan dilakukan dengan cara:
a.       rehabilitasi;
b.       restorasi; dan/atau
c.       cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

D.     Pemeliharaan
Pemeliharaan Ekosistem Gambut dilakukan melalui upaya:
a.       pencadangan Ekosistem Gambut; dan/atau
b.       pelestarian fungsi Ekosistem Gambut sebagai pengendali dampak perubahan iklim.
Pencadangan Ekosistem Gambut dilakukan melalui penetapan Ekosistem Gambut yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu. Ekosistem Gambut yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu meliputi:
a.       Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung yang luasnya kurang dari 30% (tiga puluh per seratus) dari luas Kesatuan Hidrologis Gambut pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b.      Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya yang 50% (lima puluh per seratus) dari luasnya yang telah diberikan diberikan izin usaha dan/atau kegiatan melampaui kriteria baku kerusakan.
c.      Ekosistem Gambut yang ditetapkan untuk moratorium pemanfaatan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan/atau
d.      Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya yang telah ditetapkan perubahan fungsinya menjadi fungsi lindung oleh Menteri.
Penetapan Ekosistem Gambut yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu dicantumkan dalam rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pelestarian fungsi Ekosistem Gambut sebagai pengendali dampak perubahan iklim dilakukan melalui upaya:
a.       mitigasi perubahan iklim; dan
b.       adaptasi perubahan iklim.

E.      Pengawasan
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan Ekosistem Gambut atas:
a.       ketentuan mengenai pemanfaatan, pengendalian, dan pemeliharaan ekosistem gambut; dan
b.       persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) berwenang:
a.       melakukan pemantauan;
b.       meminta keterangan;
c.       membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan;
d.       memasuki tempat tertentu;
e.       memotret;
f.        membuat rekaman audio visual;
g.       mengambil sampel;
h.       memeriksa peralatan;
i.        memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
j.        menghentikan pelanggaran tertentu.


F.      Sanksi Administratif
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menerapkan sanksi administratif. Sanksi administratif terdiri atas:
a.       teguran tertulis;
b.       paksaan pemerintah;
c.       pembekuan izin lingkungan; atau
d.       pencabutan izin lingkungan.

untuk lebih jelasnya lagi, teman-teman bisa download pedoman perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di bawah ini.

No comments:

Post a Comment